Sabtu, 21 Juni 2014

O Ina Ni Keke versi bahasa Tondano

O Ina Ni Keke (versi bahasa Tondano) Dinyanyikan Oleh Anneke Gronloh

O Ina Ni Keke Mange Wisako
Mange Waki Wenang Tumeles Waleko
Deimou Si apa Kotare Mawuri
Oh Kiok Niko Keke Mesusa Mana Nate
Weani...Weani...Ooh Kekeku
Gumenang Niko Keke ..Empe'itouw Mana Nate

seperti kebanyakan lagu daerah lain pencipta lagu ini tidak diketahui lagi dan kalau melihat dari segi lirik lagu ini juga mempunyai beberapa versi berbeda sesuai dgn bahasa2 subetnis yang ada di Minahasa,meskipun banyak yang menganggap lagu ini aslinya dari bahasa Tombulu. Lagu O Ina Ni Keke ini bisa digolongkan sebagai lagu rakyat karena lagu ini menceritakan aktifitas sosial masyarakat ketika itu,karena isi Lagu ini merupakan semacam dialog antara dua orang, yaitu seorang ibu dengan seorang lain yang sudah dikenalnya. Dialog ini tampaknya terjadi  “di tengah “ jalan. Kedekatan si Ibu dan  pasangan dialognya tampak pada jawaban yang jujur dan terus terang yang diberikan oleh si Ibu ketika ditanya “mau ke mana?”. Dalam masyarakat Minahasa, pertanyaan  “mau ke mana” adalah pertanyaan yang umum dan bisa diajukan kepada siapa saja tanpa melihat kedekatan hubungan atau sekedar pertanyaan “basa-basi”. Yang menentukan kualitas hubungan mereka adalah jawaban yang diberikan . Jika yang ditanya merasa bahwa itu hanya pertanyaan “basa-basi” maka dia hanya akan menjawab: “mange waki ti’i” (“mau pergi ke sana”, sambil yang bersangkutan mengarahkan tangannya ke depan atau bahkan menjawab “mange waki anu”/mau pergi ke suatu  tempat). Jawaban yang sedemikian tidak akan membuat si penanya tersinggung kecuali kalau si penanya itu sendiri merasa bahwa hubungan mereka cukup dekat. Biasanya dia akan meminta jawaban yang lebih spesifik. Pada dialog lagu O Ina Ni Keke, jelas sekali kalau si Ibu memberi jawaban yang jelas yaitu “Mau ke Manado”
Ada kemungkinan teks lagu yang kita ketahui selama ini mungkin merupakan versi  “yang salah” bagi mereka yang biasa melihat tulisan yang umumnya ada maupun mendengarkan lagu itu dalam berbagai rekaman. Akan tetapi, jika kita menilai bahwa O Ina Ni Keke itu semuanya berdasarkan pada bahasa Tombulu maka teks di atas sepertinya yang paling mendekati versi Tombulu yang sebenarnya. Pertama, ada yang menulis “mange ATI wenang” bukan “mange WAKI wenang” kemungkinan terpengaruh dengan dialek Tonsea atau Tondano/Toulour, yang memiliki bahasa yang berbeda seperti versi yang dinyanyikan Anneke Gronloh di video diatas. Demikian juga penggunaan  “Dai mo si apa ko tare makiwe”(versi bahasa Tondano "Mawuri") bukan “Zeimo siapa ko tare mahaley” tidak lepas dari pengaruh bahasa bukan Tombulu.
Kata yang cukup membingungkan sampai saat ini adalah “Waleko” (Versi Tonsea “Baleko”). Kata tersebut sulit untuk diterjemahkan dan masih simpang siur pemahamannya. Ada yang menggatakan “Waleko” berasal dari dua kata yaitu “wale” (rumah) dan “koki” (kecil). Terjemahan itu tentu tidak bisa diterima karena membeli rumah tidak mungkin ke Manado mengingat rumah  orang Minahasa digunung justru terbuat dari kayu dan sebaliknya orang yang di Manado (kota) yang kadang pergi membeli rumah di desa (rumah panggung yang knock down). Selain itu, si ibu diminta untuk membagi “waleko” tersebut meski hanya sedikit. Kalau “walekow” itu rumah tentu tidak bisa dibagi dan tentu tidak habis secepatnya seperti yang disampaikan oleh Ibu dari Keke. Keke merupakan nama panggilan kesayangan untuk anak perempuan. Oleh karena itu, mungkin “waleko/walekow” adalah nama suatu benda khas kota yang sering dijadikan “oleh-oleh” atau sejenis makanan yang agak sulit didapatkan di luar kota Manado.
“Keanehan” yang lebih mendasar pada lagu O Ina Ni Keke ini justru terletak pada kurun waktu peristiwa itu terjadi. Dialog pertama (sebelum Ref) jelas menunjukkan bahwa Ibu dari siKeke BELUM ke Manado (mange wisako=mau kemana?). Akan tetapi pada dialog kedua (Ref), pasangan dialog dari si Ibu sudah meminta  apa yang sebelumnya baru akan dibeli si Ibu di Manado (weane, weane, weane toyo = berilah, berilah, beri walau hanya sedikit; Deimo si apa, ko tare makiwe = sudah tidak ada, baru kamu meminta). Mungkin pencipta lagu itu memang menyatukan dua peristiwa berbeda yaitu sebelum si Ibu berangkat ke Manado dan peristiwa setelah si ibu kembali dari Manado. Kemungkinan lain, terjadi perubahan pada teks itu setelah lama lagu itu diciptakan yang mana “bentuk lampau” (past tense) pada dialog pertama telah diubah menjadi “bentuk sekarang” (present tense). Jika terjadi demikian maka teks O Ina Ni Keke pada dialog pertama akan menjadi: O Ina Ni Keke, MANGEME wisa ko (O ibu dari Keke, baru darimana kau); MANGEME waki wenang (baru saja pergi ke Manado): timeles waleko (telah membeli waleko).tapi kalau melihat versi bahasa Tondano reff nya sudah lain sama sekali Weani...Weani...Ooh Kekeku=berilah, berilah,ooh anakku(anak perempuan).Gumenang Niko Keke.. Empe'itouw Mana Nate=ingatlah anaku sudah ada kepahitan dalam hati. Jelas sekali dalam versi bahasa Tondano bahwa kata-kata nasehat itu diucapakan seorang ibu kepada anak perempuannya (keke) supaya jangan bersusah hati.versi mana yang benar, sudah tidak ada lagi yang tau.

Senin, 03 Maret 2014

Zendeling Hessel J Rooker
Lahir 27 Februari 1830 di Bovenkarspel Nederland dan meninggal di province Renkum Nederland pada tanggal 5 Desember 1915.Ds Hessel Rooker menikah 2 kali pertama dengan Anthonetta Sabina Riedel(anak dari zendeling Johann Friedrich Riedel) yang juga adalah janda dari mendiang zendeling  Hendrik Willem  Nooij yang meninggal karena sakit perut pada tahun 1853 mereka meninggal pada tanggal 24 Maret 1858  dan mereka mendapatkan 1 orang anak yaitu Johannes Gerard Frederik Rooker yang lahir pada tahun 1862 dan setelah istri pertamanya meninggal  Ds Hessel Rooker menikah lagi dengan Antje Hiebink pada 10 Februari 1864,dan dari istri keduanya ini Ds Rooker mempunyai 1 orang anak yang bernama  Johannes Hendrik (Hein)
Hiebink Rooker yang kelak menjadi directeur di kweekschool Koeranga Tomohon.  Zendeling Hessel Rooker tiba di Tondano Pada tanggal 31 Oktober 1854  dan  pertamakali Ds Rooker memimpin kebaktian di kota Tondano pada tanggal 26 November 1854 kemudian selama kurang lebih 50 tahun Ds Hessel Rooker memimpin jemaat Tondano (1854 - 1905) pada masa kepemimpinannya ini dibangunlah gereja Sentrum Tondano yang waktu itu disebut “DjamaƤt Mesehi Indjili Tondano”. Ketika H. Rooker tiba di Tondano sudah terdapat 15 cabang jemaah dan pada tahun 1884 ketika gereja Sentrum diresmikan sudah bertambah menjadi 24 buah berkat kerja keras Ds Hessel Rooker Semua cabang adalah cabang jemaah yang telah tetap, maju dan sedang menuju ke tingkat berdikari.selama pelayannya di Tondano Ds Hessel Rooker mempunyai seorang pembantu tetap yaitu Penulong Injil Timbeler Silvanus Item yang juga adalah murid kesayangan Zendeling J F Riedel,dan karena faktor usia akhirnya Ds Hessel Rooker pensiun dari pelayanannya di Tondano dan digantikan oleh Ds H L Langevoort dimana kemudian Ds Hessel Rooker menghabiskan masa tuanya di negri Belanda dan meninggal diusia 85 tahun

Kamis, 19 April 2012

Masa Lalu Dalam Warna

Jembatan di Ares Manado tahun 1880

 Terminal mobil bus dan pompa bensin di Manado tahun 1930 
(sekarang kompleks pertokoan Shopping Centre)
 Sebuah rumah yang ada dipinggir kota Manado sekitar tahun 1910
Keramaian yang ada di Pasar Tondano sekitar tahun 1893

 Rumah Makan dan Rumah Kopi yang ada di pasar Manado sekitar tahun 1930

 Pasar Karombasan di Manado sekitar tahun 1930 

Jembatan Singkil Manado (Singkil Brug) sekitar tahun 1902

  Jalan yang ada di ujung kampung Kiawa dekat Kawangkoan menuju ke Sonder Minahasa tahun 1910



Selasa, 06 Desember 2011

Pasar Tondano Dari Masa ke Masa

Terminal minibus Tondano yang juga berada di Pasar bawah Tondano tahun 1980
Terminal minibus Tondano tahun 1976 dimana gedung Bioskop President Plaza belum dibangun dimana lokasi bioskop itu masih berupa taman dengan kolam air mancur
yang berada di tengah taman

Tangga yang ada di belakang Pasar Tondano sekitar tahun 1930


Pasar Tondano dari arah belakang sekitar tahun 1910

Pasar Tondano dari arah belakang sekitar tahun 1910
Aktifitas diPasar Tondano  sekitar tahun 1893
 Pasar Tondano dari arah belakang tampak di tempat parkir
perahu belum ada tangga beton sekitar tahun 1880

Rabu, 30 November 2011

Model Rumah di Minahasa Tempo Dulu

Rumah adat  di Tondano  sekitar tahun 1900
Rumah adat  di Tondano  tahun 1929
Rumah kepala sekolah MULO Tondano tahun 1929
Posisi rumah ini dikelurahan Taler dan sampai sekarang
rumah ini masih ada
Sebuah rumah di Tondano 1910
Rumah dengan taman di  Tondano tahun 1915
Rumah dari administratur perkebunan Kopi di Tondano 1915

Frame Buatan Sendiri

Soft Colour With Flower
Black Damask With Rose Frame

Red Love and Wings Frame
Seamles Gold Frame
Love Green Yelow Frame

Minggu, 27 November 2011

Video Tempo Doeloe

Video Slide Show mencoba menggambarkan situasi kota Tondano dari masa ke masa